BAB V
PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN
IMPERIALISME BARAT
StandarKompetensi : 2. Memahami proses kebangkitan nasional.
Kompetensi
Dasar : 2.1. Menjelaskan proses pembangunan kolonialisme barat,
serta pengaruh yang di timbulkannya di berbagai daerah.
Tujuan
Umum : Setelah pembelajaran ini siswa mampu menjelaskan proses pembangunan kolonialisme barat, serta
pengaruh yang di timbulkannya di berbagai daerah.
Tujuan
Khusus : Setelah pembelajaran ini siswa diharapkan
mampu menjelaskan latar belakang kedatangan bangsa barat sampai
proses pembangunan kolonialisme barat, serta pengaruh yang di timbulkannya di
berbagai daerah.
Deskripsi
Pada bab ini siswa akan diberikan materi
tentang pengertian Kolonialisme dan Imperialisme, latar belakang Kolonialisme
dan Imperialisme serta kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia.
A. Kebijakan-kebijakan
Pemerintah Kolonial di Indonesia pada Abad ke-19
Pada akhir abad ke-18 keadaan keuangan VOC makin
memburuk. Memburuknya keuangan VOC ini mengkibatkan VOC bangkrut/gulung tikar.
Tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Adapun penyebab kemunduran VOC, antara
lain, sebagai berikut.
1. Wilayah Indonesia terlalu luas untuk dikuasai
oleh pengawal VOC yang jumlahnya sedikit.
2. Menghadapi saingan berat dalam perdagangan,
antara lain, dari Inggris (EIC).
3. Perdagangan gelap yang terus dilakukan oleh
para pedagang Indonesia.
4. Rempah-rempah Maluku mendapat saingan di
pasaran internasional sehingga monopoli rempah-rempah tidak menghasilkan
keuntungan yang diharapkan.
5. Krisis keuangan, akibat dari korupsi para
pegawai VOC, perang dan lain-lain.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah
Belanda (Republik Bataaf). Pengawal-pengawal VOC menjadi pengawal pemerintah
Belanda. Utang VOC juga menjadi tanggungan Negara Belanda. Dengan demikian,
sejak 1 Januari 1800 Indonesia dijajah langsung oleh Negara Belanda. Sejak saat
itu Indonesia disebut Hindia Belanda. Pemerintah Belanda yang menjalankan
pemerintahan kolonial di Indonesia disebut Pemerintahan Hindia Belanda.
1. Kebijakan Pemerintah H.W. Daendels
(1808-1811)
Sebelum VOC bubar, di negeri Belanda sendiri sedang
mengalami krisis ekonomi. Pada tahun 1795, kerajaan Belanda dikuasai
Perancis.Pada tahun 1806 Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte membubarkan
Republik Bataaf. Pada waktu yang sama Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya
yang bernama Louis Napoleon menjadi raja di Belanda.
Pada tahun 1808 Louis Napoleon mengangkat Herman
Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Indonesia).
Tugas-tugas Deandels di Indonesia adalah mengatur pemerintahan di Indonesia
termasuk membereskan keuangan dan mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
Inggris.
Usaha yang dilakukan H.W. Deandels dalam tugasnya adalah
sevagai berikut :
a. Dalam Bidang pertahanan/ Militer
1. Membuat pabrik
senjata di Semarang dan Surabaya
2. Membuat
pangkalan laut di Merak dan Ujung Kulon.
3. Membuat jalan
raya dari Anyer sampai Panarukan.
4. Memperkuat
pasukan yang anggotanya terdiri orang Indonesia.
b. Dalam Bidang Pemerintahan
1. Membagi pulau
Jawa menjadi Sembilan keresidenan.
2. Sulatan
Hamengku Buwono III, sebagai raja baru dipaksa untuk meyerahkan Maduin dan Kedu
3. Mendirikan
kerajaan kecil dalam wilayah Kerajaan Jogjakarta, yaitu Paku Alaman sebagai
rajanya adalah Pangeran Nata Kusuma yang bergelar Paku Alam I
4. Menghapus
Kesultanan Banten dan Cirebon.
c. Dalam Bidang Hukum dan Peradilan
1. Dalam bidang
hukum, membentuk 3 jenis peradilan, yaitu peradilan untuk orang Eropa,
Peradilan untuk pribumi, dan peradilan untuk orang Timur Asing.
2. Pemberantasan
korupsi tanpa pandang bulu, termasuk terhadap bangsa Eropa. Akan tetapi, den
Daendels sendiri malah melakukan korupsi beser-besaran dalam penjualan tanah
kepada pihak swasta.
d. Dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Mengeluarkan
uang kertas.
2. Memperbaiki
gaji pegawai.
3. Membentuk dewan
Pengawas Keuangan Negara (Algemene
Rekenkaer).
4. Mengadakan Preanger Stelsel yaitu kewajiban bagi
rakyat Priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi)
e. Dalam Bidang Sosial
1. Perbudakan
dibiarkan berkembang.
2. Menghapus
upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
3. Membuat
jaringan pos distrik dengan menggunkan kuda pos.
2. Kebijakan Pemerintah Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
a. Dalam Bidang Pemerintahan
1. Pualu Jawa
dibagi menjadi 16 Keresidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap
distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa.
2. Mengubah system
pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi system
pemerintahan kolonial yang bercorak Barat.
3. Bupati-bupati
atau pengusaha-pengusaha pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi
secara turun-temurun.
b. Dalam Bidang Hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik
daripada yang dilaksanakan oleh Deandels. Apabila Daendels berorientasi pada
warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar kecilnya kesalahan.
Menurut Raffles, Peradilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh
karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga Negara.
c. Dalam Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Menghapus
segala bentuk penyerahan wajib dan penyerahan hasil bumi.
2. Melarang adanya
perbudakan.
3. Menganjurkan
perdagangan bebas
4. Memberlakukan
system pajak tanah atau “landrente”.
5. Menghapus
system kerja paksa (rodi), kecuali untuk daerah Priangan dan Jawa Tengah.
6. Menghapus
“pelayaran hongi” dan segala jenis tindakan pemaksaan di Maluku.
7. Menjual tanah,
antara lain, di Karawang, Priangan, Semarang, dan Surabaya kepada pihak swasta
atau partikelir.
d. Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
1. Menulis buku
sejarah History of Java
2. Menemukan Bunga
Bangkai/ Rafflesia Arnoldi.
3. Mendirikan
lembaga Ilmu pengetahuan Bataviasch
Genootschapp di Harmoni, Jakarta
4. Merintis
berdirinya kebun Raya Bogor, oleh Olivia Marianne istri Raffles.
e. Dalam Bidang Sosial
1. Penghapusan
kerja rodi (kerja paksa)
2. Penghapusan
perbudakan
3. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang
sangat kejam dengan melawan harimau.
3. Kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda
(1816-1900)
Berdasarkan
Konfrensi London, Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda oleh Inggris
(1816). Sejak itu Indonesia/Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jenderal
Van der Capellen (1816-1926) yang kemudian digantikan oleh Du Bus de Gisignies
(1826-1830) dan Johannes van den Bosch (1830-1833).
a. Penjualan Tanah Partikelir (Particulier Landerijen)
Praktik penjualan tanah partikelir telah muncul
sejak VOC, pemerintah H.W. Daendels, dan pemerintah Raffles. Pada masa
pemerintahan Van der Capellen penjualan tanah partikelir dihapus (1817).
b. Sistem Tanam Paksa/ Cultuurstelsel (1830-1870)
Sistem tanam paksa diperkenalkan oleh Van den
Bosch. Sistem tanam paksa adalah aturan paksa menahan tanaman tertentu yang
laku di pasaran internasional/Eropa.
1. Ketentuan-tentuan Tanam Paksa
a. Tanah
milik rakyat seluas 1/5 harus ditanami dengan tanaman kopi, tebu, nila tembakau,
teh, karet dan pala.
b. Petani
diberi kesempatan mengolah tanah lain untuk keperluan hidupnya.
c. Lahan
yang dipakai untuk tanam paksa bebas dari pajak.
d. Kegagalan
panen menjadi tanggung jawab pemerintah.
e. Rakyat
yang tidak memiliki tanah, wajib mengganti dengan bekerja sebagai pekerja pada
perkebunan pemerintah jajahan.
f. Hasil
garapan diserahkan pada pemerintah jajahan.
2. Tokoh-tokoh Penentang Tanam
Paksa
a. Dr. Eduard Douwes Dekker, melakukan kritik
terhadap praktik tanam paksa lewat karya bukunya yang berjudul Max Havelaar, ia menggunakan nama
samaran Multatuli, yang artinya saya menderita.
b. Baron van Hoevell, seorang pendeta yang
pernah tinggal di Indonesia pada tahun 1847. Ia terkenal sebagai pembela rakyat
Indonesia dengan pidato-pidatonya di depan parlemen Belanda.
c. Fransen van der Putte, menulis buku Suiker Contracten (kontrak-kontrak
gula). Isi tulisan dalam buku ini berupa kecaman-kecaman terhadap pelaksanaan
tanam paksa di Indonesia.
d. P. Markus, sebagai anggota “ A Market van Indie” mengusulkan
penghapusan tanam paksa karena menimbulkan penderitaan dan melanggar kebebasan.
e. L. Vitalis, seorang inspektur pertanian
Belanda mengusulkan agar tanam paksa dihapus karena merugikan pertanian rakyat.
f. Dr. W. Bosch, seorang pegawai Dinas
kesehatan Belanda mengusulkan agar tanam paksa dihapuskan karena menimbulkan
kemiskinan rakyat.
3. Penghapusan Tanam Paksa
Dengan terbitnya buku karya Douwes Dekker dan
Fransen van der Putte, ditambah semakin banyaknya kecaman terhadap pemerintah
Belandam, maka secara bertahap sistem tanam paksa dihapuskan yaitu tanaman lada
(1862), cengkih (1864), nila, the, kayu manis (1865), tembakau (1866), tebu
(1878) dan kopi di Priangan (1917).
c. Politik
Pintu Terbuka (1870-1900)
Pada tahun 1870, sitem tanam paksa
secara resmi dihapuskan. Sebagai gantinya, pemerintah kolonial Belanda,
menerakpak poloitik liberal atau yang dikenal juga dengan sebutan politik pintu
terbuka (1870-1900). Mulai saat itu pihak swasta asing dari Inggris, Prancis,
Amerika Serikat, Cina dan sebagainya mendapat kesempatan menanamkan modalnya
membuka usaha perkebunan di Indonesia. Usaha perkebunan makin berkembang
setelah diberlakukannya Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) tahun 1870. Undang-undang Agraria dikeluarkan oleh
parlemen Belanda dengan tokohnya De Wall.
Tujuan dikeluarkannya UU Agraria tahun
1870 adalah melindungi para petani di tanah jajahan agar tidak kehilangan hak
miliknya atas tanah mereka dari upaya penguasaan oleh para pemodal asing,
member kesempatan kepada para pengusaha atau pemodal asing untuk menyewa tanah
penduduk dalam rangka membuka usaha perkebunan, dan membuka lapangan kerja bagi
penduduk yang tidak memiliki tanah.
Dengan adanya UU Agraria, perkebunan di
Jawa berkembang dengan pesat. Namun, di Sumatera mereka kesulitan tenaga kerja.
Untuk itu, didatangkan tenaga kerja dari Jawa.
Tahun 1881, Belanda mengeluarkan
undang-undang “Koeli Ordonante” yang
mengatur buruh. Buruh yang akan dipekerjakan di Sumatera harus melalui kontrak
kerja. Tidak boleh meninggalkan pekerjaannya sebelum kontraknya habis. Bagi
yang melarikan diri diadakan “Peonale
Sanctieí” (hukuman). Undang-undang Koeli Ordonantie mendapat kecaman dari
Amerika Serikat. Akhirnya atas perjuangan Otto Iskandardinata dalan Volksraad,
undang-undang tersebut dihapuskan oleh Belanda.
B. Pengaruh Kebijakan Pemerintah
Kolonial di Berbagai Daerah
Kebijakan pemerintah kolonial di
Indonesia membawa pengaruh besar terhadap perubahan masyarakat Indonesia. Pelaksanaan
penjualan tanah partikelir, sistem pemungutan pajak tanah, sistem tanam paksa,
dan undang-undang Agraria Tahun 1870 telah membawa perubahan-perubahan sebagai
berikut.
1. Bidang Ekonomi
a. Tingkat
kesejahteraan rakyat Indonesia sangat rendah yang berakibat pada menurunnya
laju prtumbuhan penduduk.
b. Rakyat
sangat tertekan dengan pemberlakuan sistem perpajakan yang memberatkan.
c. Rakyat
yang kehilangan tanahnya menjadi buruh dengan upah kerja yang rendah.
2. Bidang Sosial
a. Kedudukan
pada daerah dalam negara tradisional (kerajaan) semakin lemah. Kekuasaan mereka
berangsur-angsur berkurang dan ditempatkan di bawah pengawasan pejabat-pejabat
asing.
b. Pendidikan
bagi masyarakat mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan munculnya
kebutuhan petugas administrasi Belanda dan para tuan tanah partikelir.
c. Munculnya
gerakan sosial. Gerakan ini berupa protes kaum petani, gerakan ratu adil, dan
gerakan keagamaan.
3. Bidang
Politik
a. Pengaruh
Belanda makin kuat karena intervensi yang terus menerus-menerus dalam
persoalan-persoalan intern, kekuasaan tradisional bumi putra, seperti
pergantian tahta kerajaan, pangkat jabatan kerajaan, dan penentuan kebijakan
politik kerajaan.
b. Penguasa
tradisional makin bergantung kepada kekuasaan asing, sehingga kebebasan dalam
menentukan soal-soal pemerintahan menipis.
c. Pengambilan
wilayah secara paksa yang dilakukan oleh pengusaha asing mengakibatkan
kurangnya penghasilan penguasa pribumi.
4. Bidang Budaya
a. Budaya
Eropa yang meluas telah merusak sendi-sendi kehidupan budaya tradisional,
misalnya kebiasaan minum-minuman keras dikalangan bangsawan.
b. Para
pemimpin agama mulai menetang pemerintahan Belanda dan para bangsawan atau
pejabat yang merusak tatanan kehidupan agamis.
izin copy semua materinya
BalasHapus